Bersiap Hadapi (Disrupsi) Era Society 5.0

Satu tahun yang lalu saat kami menghadiri sebuah perkemahan penerima beasiswa, kami sempat tertegun saat seorang pemateri menggambarkan keadaan dunia saat itu. Beliau membuka diskusi dengan menunjukkan sebuah video. Kami melihat ilustrasi perkembangan teknologi dari masa ke-masa. Dimulai pada abad ke-18 dimana James Watt menemukan mesin uap. Kemudian pada tahun 1913, teknologi menjadi semakin canggih dengan ditemulannya “Lini Produksi” atau Assembly Line yang menggunakan “Ban Berjalan” atau conveyor belt. Tidak lama setelahnya, sebuah penemuan kembali mencengangkan dimana telah diperkenalkan mesin yang bergerak dan berpikir secara otomatis (yang sekarang dikenal dengan istilah komputer atau robot). Pada bagian akhir video kami melihat tentang isu yang muncul mengenai era disrupsi dimana kelincahan dan pikiran yang maju sangat dibutuhkan diera ini. Kemudian kami baru memahami bahwa isi semua itu adalah sejarah perkembangan yang dikenal dengan istlah revolusi industri dari yang pertama (1.0) sampai yang terakhir (4.0). Kemudian saat menghadiri sebuah diklat beberapa hari lalu. Kami mengenal istilah baru yang diperkenalkan dalam sebuah tema (Revitalisasi Karakteristik Cendekiawan Muslim dalam Diri Mahasiswa untuk menghadapi Era Society 5.0). Kami sempat bertanya-tanya, apa itu Era Society? Apakah sama dengan Revolusi Industri yang sudah kami pahami sebelumnya?
Joni Asfari mengatakan, era society 5.0 sebagai pembaharuan yang menempatkan manusia sebagai komponen utama di dalamnya, bukan sekadar passive component seperti di revolusi industri 4.0.“Adanya pembaharuan pada era tersebut dapat menghasilkan nilai baru dengan elaborasi dan kerja sama pada sistem, informasi dan teknologi yang juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan atau Human Capital,” ungkapnya.
Apa saja yang perlu disiapkan untuk menghadapi era ini? Secara garis besar ada tiga poin penting. Pertama, Melatih diri untuk mampu menyelesaikan masalah (menjadi problem solver). Kedua, Berusaha berfikir lebih kritis (tidak hanya di dalam kelas namun juga dalam kehidupan bermasyarakat agar timbul kepekaan sosial). Terakhir, menggali potensi dan kreativitas dalam diri. Kami (sebagai mahasiswa) menyimpulkan bahwa untuk menghadapi era ini, Haruslah berpikir jauh ke depan. Bisa dianalogikan seperti seperti seorang dari tahun 2045 hadir di tahun 2020 sehingga seorang tersebut mampu memikirkan apa yang dibutuhkan khalayak di masa yang akan datang. Inovasi apa yang akan diperlukan untuk menunjang kehidupan di masa depan.
Mengapa demikian? Para ahli memproyeksikan bahwa pada rentang tahun 2020-2030 Indonesia akan dilanda Bonus Demografi dimana jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibanding usia nonproduktif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, jumlah penduduk indoneska mencapai 183,5 juta jiwa (sekitar 67,7%). Pada tahun 2030, diperkirakan mencapai 201,8 juta jiwa. Sebetulnya Bonus Demografi bisa memberikan dampak positif jika dikelola dengan baik, dimana pertumbuhan roda ekonomi akan lebih cepat. Jika tidak demikian maka Indonesia harus bersiap menghadapi jumlah pengangguran yang meningkat. Setelahnya, hal tersebut akan menimbulkan masalah baru seperti peningkatan kejahatan, kriminalitas serta kemiskinan.
Siapa yang tidak kenal dengan Nadiem Makarim? Pelopor munculnya transportasi online. Ditengah kemacetan Jakarta yang (cukup) parah. Nadiem menawarkan solusi yang sebelumnya belum pernah ditawarkan oleh perusahaan transportasi lain. Kami pernah mendengar bahwa beliau sendiri mengatakan bahwa hal yang membuatnya berpikir menciptakan aplikasi itu adalah saat menaiki sebuah angkutan konvensional beliau bertanya pada sopirnya mengenai penghasilan sehari-hari. Beliau terkejut dengan hasilnya, ternyata penghasilan sang sopir masih jauh di bawah rata-rata. Saat ditanya mengenai kendalanya sang sopir menjawab karna banyak penumpang yang menawar ongkos secara tidak masuk akal (alias murah sekali). Akhirnya, beliau menciptakan sebuah aplikasi agar penyedia jasa transportasi tidak mengalami hal yang drmikian. Muncullah GO-Jek, aplikasi dimana harga sudah tertera dan tidak bisa ditawar sesuai dengan lokasi tujuannya. Alhasil Go Jek pun laris dipasaran. Dari hal ini kita belajar bahwa kreativitas sangatlah diperlukan di era ini. Kita harus mampu mengawinkan teknologi dengan dengan kebutuhan masyarakat. Harus mampu membaca isu-isu yang akan terjadi di masa depan dan mengatasinya.
Sudah sejauh apa persiapan kita untuk hadapi Era Society 5.0?

Bagikan postingan ini:
Laskar Pena
Laskar Pena
Articles: 223

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page