Guru dan Dosenmu Killer?

Sejak dulu, telinga Saya selalu mendengar istilah “killer” yang teman-teman atau kakak kelas sematkan kepada seorang guru atau dosen. Killer, dalam bahasa Indonesia memiliki arti pembunuh. Pembunuh mental dan nilai siswa dan mahasiswa, mungkin begitu. Dinilai kejam. Tidak enakan dalam memberikan tugas dan nilai. Susah diajak kompromi. Kalau A, ya harus A. Belok ke B pun gak boleh adanya. Maka seringnya teman-teman dan Kakak kelas merasa tidak cocok dengan guru dan dosen tipe ini. Tugas-tugasnya banyak, susah semua, ngasih nilai juga pelit, jarang senyum. Akhirnya mengerjakan tugas apa adanya, kalau males banget nyontek temennya. Nyuri-nyuri kesempatan mainan HP, nyelipkan novel ke dalam buku matkul, dsb.

Anehnya, Saya tidak sependapat dengan adanya guru dan dosen killer (maaf ya).
Selama Saya belajar di sekolah dan perguruan tinggi, saya tidak merasa diajari atau menemui guru bertipe killer. Entah Saya yang tidak peka atau memang tidak Saya anggap ada, atau killer dalam pandangan Saya berbeda dengan killer dalam pandangan orang lain (Komen dah ya killer versi kalian yang bagaimana).

Killer versi Saya adalah ketika seorang pendidik tidak menjalankan kewajibannya namun seenaknya dalam memberikan instruksi. Kewajiban sendiri terbengkalai, namun menuntut siswa dan mahasiswanya memenuhi target, serta sulit diajak kompromi perihal masukan dan kritikan.

Ada yang begitu? Adaaaa.. tapi lagi-lagi Saya tidak merasa menemui. Tetapi ada di kelas teman lain. Saya hanya pendengar.

  1. Disiplin

“Telat semenit aja Aku gak boleh masuk, bayangin? Gak berperasaan banget tauk gak sih.”

Hmmm, Saya tidak bisa berkomentar banyak. Pendidik disiplin pun bisa terkena label killer dalam urusan “ketepatan” yang lebih mengarah pada batas waktu. Umumnya setiap pendidik akan memiliki aturan tersendiri yang berlaku pada pelajaran yang diemban, tentu dengan asas demokrasi, atas kesepakatan bersama antara peserta didiknya (kalau di Perguruan tinggi namanya kontrak belajar).

Saya merasa bahwa disiplin memang harus ada pada diri seorang pelajar.

Pendidik yang disiplin bukan tidak memberikan ruang dan kesempatan lebih banyak kepada pelajar, justru melatih diri agar memiliki ancang-ancang lebih awal. Memperkirakan kemampuan diri dengan waktu yang telah disediakan. Bila memang jam segini masuk, seyogyanya sudah bersiap-siap sejak awal.

“Bagaimana jika terjadi hal-hal tidak terduga? Semisal ban bocor.” Sekali lagi, ini soal kesempatan waktu untuk mengambil ancang-ancang lebih awal. Seandainya berangkat lebih awal, setengah jam sebelum pelajaran dimulai, ketika ban bocor, masih ada waktu untuk menambalnya tanpa harus terlambat masuk kelas. Kalaupun itu terjadi masih ada waktu untuk mengabari teman sekelas untuk menyampaikan kepada seorang guru atau dosen. Dibanding tidak ada keterangan sebelum pelajaran dimulai. Contoh lain seperti pengumpulan tugas.

Lagi-lagi, ini adalah perihal apakah kita orang yang mau dan bisa dibimbing untuk disiplin, terbiasa disiplin atau tidak.

2) Tugasnya Sulit

Saya Kira, pendidik yang baik memiliki kemampuan dalam melihat situasi dan keadaan peserta didiknya. Apakah tugas dengan level ini cocok diberikan? Sulit tidaknya, tergantung dari sisi mana kita memandang. Jauh lebih sulit pendidik dalam menyesuaikan kemampuan peserta didiknya yang banyak. Sehingga ketika Saya merasa tugas ini sulit, impossible bisa saya lakukan, saya memperbanyak mencari hikmah darinya.

Sulit bukan berarti tidak bisa dilakukan. Saya percaya, bahwa tantangan demi tantangan akan memperkokoh pijakan kita.

Secara tidak langsung Kita diajarkan untuk bertanggungjawab dalam memecahkan kesulitan yang kita hadapi.

3) Tugasnya selalu banyak
“Tiap pertemuan harus ngerangkum, harus baca, harus presentasi, kalau gak gitu, nilainya anjlok, anjir. Mana tugasnya gak cuma satu. Pelajaran lain juga ada. Pas ngumpulin Salah mulu. Balik lagi, bolak balik. Masih harus dibentakin, diceramahi pula.”
Tidak bisa berkomentar banyak, Saya hanya akan bercerita bahwa Saya mendapat petuah dari buku karya seorang guru sewaktu MA. Beliau menuliskan yang intinya adalah,

“Menjadi siswa, mencari ilmu, ibaratnya seperti mengemis. Mengemis ilmu marang (kepada) gurune. Bagaimana dengan mahasiswa? Berarti luwih (lebih) ngemis e.”


Artinya apapun tugas yang diberikan selama masih lingkup pembelajaran, seperti presentasi, tugas tulis dan tugas lapangan (penelitian) sudah sepatutnya Kita terima berapapun banyaknya. Kalau merangkum, membaca, Saya Kira itu bukan tugas, tapi kegiatan lumrah yang lakukan sebagai pelajar. Kalau salah terus-menerus mungkin Kita nya yang harus mencari letak kesalahan itu sendiri, meminta bantuan kepada teman yang lebih pintar, agar tak melulu diceramahi dosen. Hehe. Resiko berguru. Resiko menimba ilmu.

4) Pelit nilai
“Sudah mati-matian ngerjakan, dapetnya C. Udah coba klarifikasi malah aku yang dikatain gak bersyukur.”
Ada yang pernah mengalami kejadian serupa?
Kira-kira kenapa hal itu terjadi?
Saya tidak memiliki jawaban valid soal ini. Sebab Saya bukan pelaku dan hanya sebagai pendengar, baik dari pihak pelajar maupun pendidik.
Yang menjadi kesalahan adalah ketika menyamaratakan semua pendidik atau pelajar. Sedang dalam psikologi, tentu Kita pernah mendengar, bahwa gaya belajar dan selera orang berbeda-beda. Tolok ukur seseorang berbeda pula. Dalam pembahasan pelit nilai, mungkin Kita yang melebeli hal tersebut kecolongan tentang satu hal, yaitu alasan “kenapa bisa pelit nilai?”
Silahkan merenung sendiri-sendiri ya.
Karena masih banyak pendidik yang baik, yang menghargai usaha peserta didiknya. Disesuaikan dengan kemampuan. Mungkin bisa jadi,

ada guru atau dosen yang tidak bisa memberi nilai yang kita harapkan karena takut dholim.

Lha wong tugasnya sering nyontek, jarang mengumpulkan tugas, jarang masuk, tidak rapi, tidak disiplin, akhlak nya kurang, referensinya kurang, tapi minta nilai plus berbintang???

Cukup sekian dan semoga bermanfaat ya.. Alhamdulillah jika sependapat. Bila tidak, kami persilahkan untuk memberikan komentar membangunnya.

Salam Semangat [F]

Bagikan postingan ini:
Laskar Pena
Laskar Pena
Articles: 223

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page