Kau tahu apa saja pilihan cinta yang berlaku di dunia modern ini? Hanya ada dua, tukang zina atau terklaim homo. Ketika seorang pria atau wanita pacaran, orang menghujat itu zina, berdosa, dan lain sebagainya. Sedang ketika ada orang tidak pacaran dan menolak keras hubungan asmara itu, dunia langsung mengklaim sebagai homo, penyuka sesama jenis, dan sebagainya. Memang bingung bila kita mengurusi apa kata orang. Semua tergantung perspektif, tinggal kita berapa di kubu yang mana.
Kok kebetulan, diriku (penulis celoteh ini) sekarang berada di kubu para jomblo. Kau tahu apa arti jomblo di zaman modern ini? Kurang lebihnya seperti ini, jomblo adalah makhluk yang tak tertarik pada lawan jenis dan bersifat semi-homo atau semi-lesbi. Tentunya, diriku agak tersinggung dengan pengertian ini. Padahal, meski diriku jomblo, tidak ada tuh sama sakali rasa cinta pada sesama jenis. Malah, diriku suka sekali pada lawan jenis (yang cantik tentunya. Kejadian yang membuat diriku benar-benar tersinggung adalah, ketika persiapan fashoin show.
Ceritanya tuh seperti ini, aku adalah seorang mahasiswa baru. Nah sebagai penutupan acara orientasi, ada sebuah pagelaran pentas seni. Ternyata aku dipilih sebagai perwakilan fashion show laki di jurusan. Ketika latihan, diriku diharuskan memegang tangan pasangan fashion show-ku. Otomatis, diriku gemetar dan berdebar-debar. Menurutku, hal ini sangat serius dan baru (pertama aku mengalaminya). Jangankan pegang tangannya, menatap mata perempuan pun, diriku tak sanggup menahannya selama sepuluh detik saja.
Melihat diriku yang kaku dan serba salah, kakak tingkat yang mengajariku fashion show langsung nge-gas bilang, “Kamu laki apa nggak sih, masa pagang tangan perempuan saja nggak berani! Jangan-jangan besok kamu nikah sama laki!”
Begitu kerasnya peringatan itu, mengisyaratkan kepadaku bahwa zaman telah berubah. “Ini bukan masa Madrasah Aliyah lagi.” Aku yang canggung memegang tangan pasangan fashion show-ku, dianggap tidak suka lawan jenis atau homo, dan dicandai dengan diriku yang menikahi manusia sekelaminku kelak.
Meski diriku tidak begitu mengenal agama, rasanya candaan itu aneh. Orang yang ingin menjaga kesucian diri dianggap kolot, lucu, dan aneh. Meski aku bukan orang agamis yang berniat menyucikan diri, namun hatiku berkata demikian. “Lha wong aku saja yang beragama seadanya merasa seperti itu, apalagi yang agamanya kuat?”
Begitu parah kondisi zaman modern ini. Rasa-rasa sekuleris agaknya sudah terhidup segar, aura-aura kerusakan zaman dan degradasi moral mulai menguap amis. Orang yang menghindari zina terlihat hina. Orang yang berzina menjadi mulia keren dipandang mata.
Aku tidak berniat sama sekali membicarakan agama, fitnah, atuapun isu-isu radikal. Aku hanya ingin berdiskusi tentang zaman gila ini. Semua orang di dunia ini pasti sudah setuju, bahwa pergaulan bebas itu merusak. Pergaulan bebas tidak hanya merusak generasi muda dari aspek moral semata, akan tetapi fisik, mental, dan daya otak. Tapi kenapa generasi muda bangsa ini hendak terarah ke kerusakan itu. Bagaimana jadinya bila generasi mudanya hancur dimakan pergaulan bebas?
Bila generasi muda otaknya mati, tentu mereka tidak bisa berpikir maju untuk membangun bangsa ini. Mereka masih asyik main-main di lingkungan bebasnya ketika hak-hak mereka direnggup koruptor, pejabat bejat, dan antek asing. Di lingkungan bebas, generasi muda tidak akan pernah terpicu untuk berpikir kritis akan krisis dan kemunduran bangsa ini.
Jadi, permasalahannya bukan jomblo atau punya pacar. Akan tetapi dampak akhirnya. Arah perkembangan hubungan asmara tentu pergaulan bebas. Semakin lama akan semakin mendekati klimaks hubungan. Setelah klimaks hubungan itu, tentu akan mengalami keberakhiran jalinan asmara. Remaja biasa menyebutnya “Putus!”
Setelah putus, cari lagi, menimbulkan kerusakan-kerusakan yang lebih banyak lagi. Begitulah pergaulan bebas, memberikan dampak yang luas dan parah. Bisa kita menyaksikan dampak-dampak itu di televisi kita. Seperti kasus, ada 12 anak perempuan SMP sudah hamil (pastinya di luar nikah). Pacar dibunuh setelah diperkosa. Seorang remaja tega menjual pacarnya sendiri pada mucikari, dan masih banyak lagi kasus yang terjadi.
Bila dampaknya seperti itu, apa kita bisa mengangap berhubungan asmara adalah tindakan sewajarnya? Apa kita masih tetap menganggap hubungan asmara adalah sebuah kejantanan pria? Tidak, sama sekali tidak. Arah hubungan asrama pra-nikah itu, selalu menuju kebejatan-kebejatan semata.
Paradigma harus segera diubah, sebelum kita menjumpai zaman kehancuran bangsa ini. Ketika orang-orang tua sibuk mencari materi untuk mengisi perut buncitnya, dan anak-anak muda sibuk mencari cinta dan klimaks hubungannya. Pola pikir modern yang salah harus segera diperbarui. Jangan langsung bicara tentang agama, kita lihat kenyataan lapangan saja. Bagaimana hancurnya generasi muda bila hubungan pria dan wanita yang tidak ada batasannya. Secara norma sosial pun, pergaulan bebas tidaklah etis, tidak layak dilakukan manusia sebagai makhluk mulia.