Karena Aku…

Menjadi diri sendiri memang menyenangkan. Namun menjadi diri sendiri yang bagaimana yang telah kita maknai?

Menjadi diri sendiri bukan berarti tanpa melibatkan orang lain. Bukan berarti cuek bebek dengan mereka yang ‘kita rasa’ menganggu ketenangan kita, atau bukan berarti semau gue  tanpa memperhatikan norma serta teladan-teladan baik. Guys, khusnuzon dan kepekaan disini penting lo ya. Berpikir positif amat mempengaruhi emosi kita ke depannya. Sebagaimana istilah terkenal yang mengatakan bahwa fikiran adalah teman sejati dan musuh terbesar kita.

Menjadi diri sendiri menurut penulis adalah ketika kita mampu mengenali siapa diri kita. Bagaimana diri kita, apa keinginan kita, bagaimana kita memperlakukan diri kita, dan sebagainya. Dan ingat, bahwa manusia memiliki fitrah baik. Asalnya adalah baik. Yang menjadikan kita seperti sekarang adalah proses melalui agen-agen pembentuk karakter. Agen pertama adalah keluarga, kemudian sekolah/ sosial dan teman sepermainan. Bagaimana seseorang menjadi pendiam, pemalu, pemberani, penakut, adalah suatu proses yang ia dapat dari agen-agen pembentuk di atas.

Pertanyaannya, bisakah karakter tersebut diubah?

InsyAllah, sangat bisa. Dengan metode perubahan pada agen kedua dan ketiga yakni sosial dan teman sepermainan. Bila kita merasakan bahwa sosial dan teman sepermainan tidak relevan dengan diri kita, hendaknya kita merubahnya ke yang sesuai. Perlu digaris bawahi ya, guys. Merubah disini bukan berarti menjauhi. Hanya saja cukup dijadikan sebagai teman, sebagai lingkungan sementara yang tidak perlu kita ba-per-i. Akan tetapi, peran keluarga adalah pembentuk yang paling utama dan penting. Sebab, sebarapa kuat penanaman akar kepribadian, terletak di lingkungan keluarga.

Lalu, bagaimana cara seseorang menilai hal tersebut baik atau buruk? Yang dalam kasus ini banyak yang berpendapat bahwa baik dan buruk adalah suatu yang bersifat relatif, sesuai dengan sudut pandang masing-masing dan sesuai yang berlaku secara umum di masyarakat. Sekali lagi ya, guys, manusia itu asli dari sononya udah diciptakan baik. Coba tengok ke ayat-ayat al-Qur’an dan hadist, disana udah banyak jawabannya. Lalu tanyain ke hati masing-masing, sudah benar apa belum yang kita lakukan. Sekalipun hal tersebut telah berlaku secara umum. Contohnya, masalah hijab nih. Jangan sensitif ya para hawa. Fenomena sekarang, yang namanya hijab diartikan sebagai penutup kepala saja, bukan penghalang mata laki-laki melihat aurat perempuan. Pendapat umum mungkin sah-sah saja seorang perempuan memakai jilbab secara trendy, sebab sudah zamannya kini hijab style menjamur di tanah air, yang penting sudah tidak terlihat lagi aurat kita, meskipun ia memakai celana ketat dan jilbab tidak terulur menutupi dada. Yang lebih miris, berhijab agar terlihat cantik dan bertujuan diluar menjalankan perintah sang Khalik. Jangan ya, hawa.

Kasus lagi, ketika berbicara hijab, orang lain akan berkata, “Yang terpenting kan hatinya, jangan menilai orang dari luarnya.” Haduh… iya, iya. Betul itu. Namun, ada baiknya jika yang nampak dan tidak nampak berjalan beriringan.

Kembali kepada menjadi diri sendiri.

Guys. Merasa masih muda dan mampu? Merasa udah punya sangu atau belum? Udah tahu, potensimu apa? Ngerasa hari-harimu teratur atau berantakan? Tahu kan tujuan hidupmu?

Bagi yang menjawab dengan cepat pertanyaan di atas, kami ucapkan selamat. Kamu sedikit tahu tentang dirimu sendiri.

Mudah kok mengenali diri, guys, asal kamu sabar menjalaninya berhari-hari, bertahun-tahun untuk mengerti siapa dirimu. Istilah kerennya, mencari jati diri. Ini gencar-gencarnya para remaja yang diwarnai dengan gejolak ego yang memberontak. Bagaimana menyikapinya sangat bergantung pada dukungan keluarga dan teman.

Persoalan menjadi diri sendiri bukan perkara sepele. Seberapa mengerti dan nyamankah menjadi diri sendiri, juga mempengaruhi sikap kita di depan umum. Kamu tipe orang yang bertele-tele? Nyebelin? Cuek? Peka? Atau yang lainnya? Bagus jika kamu mengerti dan sikapmu dinilai baik oleh dirimu sendiri, orang lain dan syaria’at. Nah lo, kalau cuma dinilai baik oleh dirimu sendiri? Perlu banyak-banyak koreksi, intropeksi.

Satu lagi. Kamu boleh mengikuti metode orang lain dalam menyemarakkan hidup, namun tetap menggunakan gaya khasmu ya, guys. Contohnya, kita boleh bereksitensi di dunia maya. Ketika orang lain gencar-gencarnya meng-uploud foto keren dan sok lugu di medsos, kita bisa dengan meng-uploud foto tokoh-tokoh favorit kita atau berstatus yang berhikmah. Don’t be exagrated, please.

Terakhir, setelah kita tahu siapa kita dan maunya apa, InsyaAllah, semua akan tercermin dengan sendirinya dari perilaku kita dalam menyikapi project-project ke depan. Mengerti harus kemana dan bagaimana. So, yuk, lebehin mengenal diri sendiri. Kupas diri kita dari berbagai sisi, begitu pun kepada orang lain, yakinlah bahwa manusia memiliki karakternya masing-masing. Masa depan ada di tangan kita, karena, aku adalah diriku. []

Tinggalkan komentar

You cannot copy content of this page